Wednesday, May 4, 2016

SEARCH AND RESCUE (SAR)


5.1.1     DEFINISI
Search And Rescue (SAR) diartikan sebagai usaha dan kegiatan kemanusiaan untuk mencari dan memberikan pertolongan  kepada manusia dengan kegiatan yang meliputi :
  1. Mencari, Menolong dan Menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau  menghadapi bahaya dalam bencana/musibah.
  2. Mencari kapal laut atau pesawat terbang yang mengalami kecelakaan.
  3. Evakuasi pemindahan korban musibah pelayaran, penerbangan, bencana alam atau bencana lainnya dengan sasaran utama penyelamatan jiwa manusia.
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS diawali dengan adanya penyebutan “Black Area” bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR.
Dengan berbekal kemerdekaan, maka tahun 1950 Indonesia masuk menjadi anggota organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation Organization). Sejak saat itu Indonesia diharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi di Indonesia. Sebagai konsekwensi logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO tersebut, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR. Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR, menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan dan materiil.
Sebagai negara yang merdeka, tahun 1959 Indonesia menjadi anggotaInternational Maritime Organization (IMO). Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota ICAO dan IMO tersebut, tugas dan tanggung jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara yang besar dan dengan semangat gotong royong yang tinggi, bangsa Indonesia ingin mewujudkan harapan dunia international yaitu mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu diadakan suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang pembentukannya diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah yang akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk kemudian.

5.1.2   FILOSOFI SAR
Berikut ini penjabaran mengenai filosofi-filosofi SAR, diantaranya :
  1. Locate, artinya memberikan gambaran yang konkrit posisi/lokasi subyek yang mengalami musibah itu berada. Lokasi biasanya ditunjukkan dengan garis lintang dan garis bujur.
  2. Access, artinya sumber-sumber dari mana saja dan dengan cara apa bantuan pertolongan ini sampai menuju lokasi tempat terjadinya musibah.
  3. Reach, dalam artian melakukan usaha untuk mencari korban terlebih dahulu, memberikan pertolongan pada korban dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau  menghadapi bahaya dalam bencana/musibah.
  4. Stabilize, artinya penanganan/perawatan korban dengan berbagai macam kasus di lokasi kejadianitu dilakukan oleh unit-unit penolong (Rescue Unit) sebelum bantuan medis tiba untuk memberikan perawatan lebih lanjut.
  5. Transportation/Evacuation, artinya proses pemindahan korban dari lokasi ke tempat yang lebih aman untuk diberikan pertolongan pertama ke tempat fasilitas medik terdekat.
  6. Knowledge, artinya diperlukan juga pengetahuan dalam hal ini tidak hanya dipelajari tetapi dibutuhkan beberapa pemahaman dan kemampuan yang diantaranya,
  • Pengetahuan tentang data peristiwa, keadaan korban, keadaan medan, dsb
  • Keterampilan mendaki gunung, panjat tebing, hidup di alam bebas, mencari jejak, peta kompas, akses tali.
  • Pengetahuan P3K, dan gawat darurat.

5.2         MANAJEMEN SAR
Dari Batasan pengertian, hakekat dan filosofi SAR diatas, jelas bahwa kegiatan SAR yang utama adalah dalam pelaksanaan operasi SAR tersebut. Namun dalam kegiatannya, pelaksanaan operasi hanya akan bisa berjalan dengan efektif dan efisien apabila didukung oleh pembinaan SAR yang baik.
Pembinaan SAR yang dimaksud adalah kegiatan atau tindakan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan / pengembangan, koordinasi, pengerahan, penggunaan, dan pengendalian terhadap unsur / sarana SAR agar tercapai tingkat kemampuan dan kesiapan operasional yang dipersyaratkan.
Sifat-sifat  dalam operasi SAR, diantaranya          :
    I.  Kemanusiaan
  II.  Netral,
 III.  Cepat, Cermat dan Cekatan
IV.  Tepat dan Aman
 V.  Koordinatif
VI.  Borderless
Kemampuan dasar SAR, sesuai dengan kata SAR yang berarti Search (pencarian) dan  Rescue (pertolongan / penyelamatan), maka dalam kegiatan operasional SAR dibutuhkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis SAR serta beberapa ilmu disiplin ilmu sebagai penunjang / pendukung. Ilmu pengetahuan dan keterampilan serta disiplin ilmu yang dimaksud adalah :
  1. Pengetahuan Dasar SAR yang meliputi organisasi SAR, organisasi Operasi SAR, filosofi SAR dan sebagainya.
  2. Unsur Pencarian (Search), dalam hal teknik pencarian di darat, laut dan udara.
  3. Unsur Pertolongan / Penyelamatan (Rescue), dalam hal Medical First Response dan evakuasi.
  4. Unsur Pendukung / penunjang , dalam hal Navigasi, Mountaineering, Survival, Komunikasi Lapangan, Helly Rescue dan Manajemen Perjalanan.
5.2.1     SISTEM SAR
Sistem SAR di Indonesia diadopsi dari ketentuan yang berlaku bagi seluruh negara yang menjadi anggota IMO (International Maritime Organization) dan ICAO (International Civil Aeronautical Organization). Diagram di bawah ini menggambarkan Sistem SAR yang menjadi acuan kerja Basarnas.
5.2.2     KOMPONEN SAR
Dalam penyelenggaraan operasi SAR, ada 5 komponen SAR yang merupakan bagian dari sistem SAR yang harus dibangun kemampuannya, agar pelayanan jasa SAR dapat dilakukan dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain:
  • ORGANISASI (SAR Organization), merupakan struktur organisasi SAR, meliputi aspek pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup penugasan dan tanggung jawab penanganan musibah.
  • KOMUNIKASI (Communication), sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya musibah, fungsi komando dan pengendalian operasi dan koordinasi selama operasi SAR.
  • FASILITAS (SAR Facilities), adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi/misi SAR.
  • PERTOLONGAN DARURAT (Emergency Cares), adalah penyediaan peralatan atau fasilitas perawatan darurat yang bersifat sementara ditempat kejadian, sampai ketempat penampungan atau tersedianya fasilitas yang memadai.
  • DOKUMENTASI (Documentation), berupa pendataan laporan, analisa serta data kemampuan operasi SAR guna kepentingan misi SAR yang akan datang.
5.2.3     TINGKAT KEADAAN DARURAT
  I.            UNCERTAINTY PHASE (INCERFA)
Adalah suatu keadaan darurat yang ditunjukkan dengan adanya keraguan mengenai keselamatan jiwa seorang karena diketahui kemungkinan mereka dalam menghadapi kesulitan.
II.            ALERT PHASE (ALERFA)
Adalah suatu keadaan darurat yang ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran mengenai keselamatan jiwa seseorang karena adanya informasi yang jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan yang serius yang mengarah pada kesengsaraan (distress).
III.            DISTRESS PHASE (DETRESFA)
Adalah suatu keadaan darurat yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman serius atau keadaan darurat bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR informasi musibah bias ditunjukkan tingkat keadaan darurat dan dapat langsung pada tingkat Detresfa yang banyak terjadi.
5.3      TAHAPAN PENYELENGGARAAN OPERASI  SAR
  I.            TAHAP MENYADARI ( AWARENESS STAGE )
Adalah kekhawatiran bahwa suatu keadaan darurat diduga akan muncul ( saat disadarinya terjadi keadaan darurat / musibah ).
II.            TAHAP TINDAK AWAL ( INITIAL ACTION STAGE )
Adalah tahap seleksi informasi yang diterima, untuk segera dianalisa dan ditetapkan. Berdasarkan informasi tersebut, maka keadaan darurat saat itu disebut juga sebagai Tahap Kesiagaan.
 III.          TAHAP PERENCANAAN ( PLANNING STAGE )
Yaitu saat dilakukan suatu tindakan sebagai tanggapan (respon) terhadap keadaan sebelumnya, antara lain:
  • Search Planning Event (tahap perencanaan pencarian)
  • Search Planning Sequence (urutan perencanaan pencarian)
  • Degree of Searching Planning (tingkatan perencanaan pencarian).
  • Search Planning Computating (perhitungan perencanaan pencarian)
IV.          TAHAP  OPERASI  ( OPERATION STAGE )
Operasi SAR adalah suatu tindakan pada kejadian khusus yang diperlukan adanya suatu kerjasama, koordinasi dan penjabarannya menjadi suatu bentuk kegiatan operasi yang serasi, efektif, dan berdaya guna. Sehingga dalam suatu kejadian SAR diperlukan personil yang mempunyai kriteria-kriteria tertentu yang mengutamakan kemanusiaan diatas segala-galanya, walaupun tidak mengabaiakan faktor keselamatan personil bersangkutan. Keberhasilan suatu operasi khususnya operasi SAR tergantung antara lain pada penerapan prosedur-prosedur yang berlaku dan dukungan oleh organisasi yang baik dan efektif.
Dari rencana operasi ini kemudian akan disusun formulir briefing. Detection Mode / Tracking Mode and Evacuation Mode, yaitu seperti dilakukan operasi pencarian dan pertolongan serta penyelamatan korban secara fisik. Tahap operasi meliputi:
  • Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian.
  • Melakukan pencarian dan mendeteksi tanda-tanda yang ditemui yang diperkirakan ditinggalkan survivor ( Detection Mode ).
  • Mengikuti jejak atau tanda-tanda yang ditinggalkan survivor ( Tracking Mode ).
  • Menolong/ menyelamatkan dan mengevakuasi korban (Evacuation Mode), dalam hal ini memberi perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkannya dan membaw korban yang cedera kepada perawatan yang memuaskan (evakuasi).
  • Mengadakan briefing kepada SRU.
  • Mengirim/ memberangkatkan fasilitas SAR.
  • Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian.
  • Melakukan penggantian/ penjadwalan SRU di lokasi kejadian.
  V.   TAHAP  PENGAKHIRAN  MISI  ( MISSION  CONCLUSION STAGE  )
Merupakan tahap akhir operasi SAR, meliputi penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim SAR untuk menghadapi musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi hasil kegiatan, mengadaan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan jenazah korban / survivor kepada yang berhak serta mengembalikan SRU pada instansi induk masing-masing dan pada kelompok masyarakat. Sar pada hakekatnya adalah kegiatan kemanusiaan yang dijiwai falsafah pancasila dan merupakan kewajiban bagi setiap Warga Negara Indonesia. Kegiatan tersebut meliputi segala upaya dan usaha pencarian, pemberian pertolongan, dan penyelamatan jiwa manusia dan harta benda yang bernilai dari segala musibah baik dalam penerbangan, pelayaran, bencana atau musibah.
5.3.1        KOMUNIKASI
  • Ø Koordinasi dilapangan / pada area pencarian terdiri dari :
  1.           I.       Penentuan OSC (bila diperlukan)
  2.          II.   Pengawasan penggantian operasi selama SRU dalam perjalanan ke area pencarian (CHOP / Changes of Operational Control)
  • Ø Koordinasi dalam kegiatan pencarian meliputi:
I.        Koordinasi di lokasi dilakukan oleh SMC, bila SMC tidak mampu mengendalikan dari posko, maka ditunjuk OSC dari unit SAR yang mempunyai kemampuan sebagaimana yang ditentukan dan bukan senioritas.
II.        Bila diperlukan penggantian pengendalian dan penggantian unsur operasi (CHOP) pada perjalanan menuju lokasi musibah maupun pada perjalanan pulang, harus dilakukan dengan satuan induknya. Hal ini harus tercantum dalam rencana pencarian oleh seorang SMC.
III.        Bila cuaca yang diperkirakan tidak sama dengan yang diharapkan, maka rencana yang dibuat mungkin tidak efektif untuk dilaksanakan. Dalam hal ini SMC harus membekali OSC dengan pengarahan kapan rencana pencarian harus dilakukan dan kapan dapat dilaksanakan perubahan.
5.3.2     ORGANISASI OPERASI  SAR
Untuk melaksanakan tugas operasi SAR, diperlukan adanya prosedur operasi yang benar dan koordinasi yang mantap, sehingga akan dihasilkan suatu operasi yang efektif dan berhasil baik. Dalam menangani suatu musibah, dikenal adanya organisasi dan komponen yang baku dalam organisasi tersebut, sedangkan besar kecilnya organisasi operasi disesuaikan dengan jenis musibah dan wilayah yang ditanganinya. Seperti telah diuraikan diatas bahwa bentuk bagan organisasi operasi dapat dibuat sesuai kebutuhan yang ada sehingga operasi tersebut dapat seselektif mungkin dan mencapai hasil yang maksimal.
A.     SAR COMMANDER (SC).
Adalah pejabat yang mampu memberikan dukungan kepada KKR dalam menggerakkan unsur-unsur operasi SAR karena jabatan dan kewenangan yang di milikinya. Kemudian unsur-unsur ini diserahkan kepada SMC untuk di gunakan dalam operasi SAR.
B.    SEARCH AND RESCUE MISSION COORDINATOR (SMC)
Tugas seorang SMC adalah melaksanakan evaluasi kejasian musibah, perencanaan operasi, mengendalikan operasi secara keseluruhan. SMC ditunjuk atau diangkat sejak adanya kejadian SAR sampai dengan operasi dinyatakan selesai. SMC bertanggungjawab kepada SKR atau KKR yang menunjuknya. Untuk lebih rincinya, tugas seorang SMC adalah:
  • Mempelajari semua informasi yang dapat dikumpulkan, yang berkaitan dengan misi operasi.
  • Menggolongkan misi SAR bertahap-tahap darurat yang tepat, apabila hal ini belum dilakukan.
  • Menyiagakan fasilitas SAR yang tepat, dan organisasi SAR yang akan sangat diperlukan dalam dan selama opersai SAR bertanggungjawab.
  • Memberangkatkan unit SAR (SRU), bilamana keadaan menghendaki demikian.
  • Melaksanakan perencanaan untuk operasi SAR.
  • Memberikan briefing pada anggota unit SAR (SRU), Menunjuk OSC, debriefing bagi unit SAR, dan dukungan sampai operasi selesai.
  • Menentukan jaring kendali komunikasi, kanal-kanal (saluran) yang dipakai, monitoring semua kanal yang dipergunakan.
  • Melaksanakan pencatatan semua usaha operasi beserta perkembangannya, tindakan yang diambil dan lain-lain.
  • Bilamana diperlukan meminta tambahan SRU
  • Melaksanakan pengendalian operasi SAR terhadap semua unsur.
  • Memberikan laporan situasi (Lapsit) ke SC, SKR/KKR paling tidak satu kali dalam satu hari, dan pada saat-saat perkembangan yang penting terjadi. Laporan Situasi dilaporkan bernomor urut.
  • memberikan debriefing akhir kepada unit-unit SAR dan mengembalikan fasilitas dan organisasi SAR yang terlibat, dan memberitahukan bahwa misi SAR telah selesai.
  • Berkonsultasi dengan SKR/KKR sebelum menyatakan untuk menghentikan usaha yang tidak berhasil.
Pada kasus musibah penerbangan dan pelayaran, seorang SMC harus memiliki kwalifikasi sebagai seorang SMC yang dikeluarkan oleh BADAN SAR NASIONAL. Sedangkan untuk operasi SAR yang sifatnya rekreatif (musibah pendakian, musibah sungai, pantai, dll) tidak diperlukan kwalifikasi seketat musibah penerbangan dan pelayaran.
Didalam melaksanakan tugasnya, SMC dibantu oleh beberapa staff yang memiliki tugas yang spesifik dan khusus sehingga jalannya operasi lancar dan sukses. Adapun Staff SMC tersebut adalah:
a)    Perwira Komunikasi (Operator Radio). Tugasnya adalah mengoperasikan radio komunikasi yang digunakan baik untuk jaring komando dan pengandali maupun untuk jaring koordinasi. Operator radio bertanggung jawab tentang kelancaran lalu lints berita yang sangat berperan dalam suatu operasi SAR. Operator Radio bertanggung jawab terhadap SMC.
b)   Perwira Navigasi (Navigator). Tugasnya adalah melakukan pengeplotan peta dimana musibah terjadi dan operasi SAR dilakukan sesuai dengan perkembangan operasi yang terjadi dan rencana-rencana operasi yang akan dilakukan sesuai denga perhitungan dan perencanaan SMC. Seorang nafigator bertanggung jawab terhadap SMC.
c)    Perwira Briefing. Tugasnya adalah mewakili SMC untuk melakukan briefing kepada OSC maupun SRU yang akan diberangkatkan maupun menerima debriefing dari SRU yang telah kembali ke Pos Komando dari misi pencarian.
d)   SAR Mission Information Officer (SMIO) atau Humas Operasi SAR. Tugasnya adalah sebagai penghubung antara masyarakat dengan organisasi operasi, yang dimaksud disini adalah setiap berita yang keluar, baik untuk pers (media massa) maupun keluarga korban dan juga untuk instansi-instansi diluar organisasi operasi adalah menjadi tanggung jawab seorang SMIO. Atau dengan kata lain seorang SMIO bertanggungjawab tentang pemberitaan perkembangan operasi yang sedang berlangsung.
C.    ON – SCENE COMMANDER (OSC).
OSC ditunjuk oleh SMC untuk koordinasi dan pengaturan suatu operasi SAR tertentu ditempat kejadian, bila area pencariannya cukup luas dan mengerahkan cukup banyak SRU/dari berbagai unit SAR. OSC berwenang menambah, mengurangi merubah formasi SRU yang akan dibawah komandonya dan berwenang mengubah pola pencarian yang telah ditetapkan sebelumya sesuai dengan perkembangan yang ada dilapangan. OSC bertanggung jawab kepada SMC.
Secara umum OSC bertugas :
  • Melaksanakan rencana operasi SAR yang dibuat oleh SMC.
  • Mengadakan perubahan pada rencana operasi apabilla dipandang perlu untuk menyesuaikan dengan keadaan ditempat kejadian yang mungkin sudah berubah.
  • Memegang kendali operasi dari semua unit SAR yang ditunujuk diarea pencariannya, mengkoordinir semua unit SAR.
  • Mengirim laporan situasi secara berkala ke SMC. Laporan situasi pertama segera dilaporkan setelah tiba dilokasi/setelah memegang tugas sebagai OSC. Disertai laporan cuaca setempat.
  • Menyelanggarakan hubungan komunikasi dengan seluruh SRU dan menerima laporan dari SRU secara berkala.
  • Menerima laporan dugaan waktu tiba dilokasi bagi unit SAR, yang meliputi dugaan waktu tiba dilokasi pencarian, kemampuan komunikasi, lama pencarian.
  • Menyelenggarakan briefing awal bagi unit SAR yang datang.
  • Menerima dan mengevaluasi laporan dari semua unit SAR,mengkoordinasikan dan memerintahkan semua unit SAR.
  • Bila dilakukan penggantian OSC, maka harus membriefing OSC yang baru.
D.    SEARCH AND RESCUE UNIT (SRU).
SRU adalah satu komponen dalam operasi SAR yang secara nyata melaksanakan operasi SAR di lapangan. Wewenang SRU adalah terbatas pada pelaksanaan tugas pencarian di lapangan dan dibawah koordinasi OSC / SMC. Tetapi dalam hal ini tidak menutup kemungkinan memberikan masukan ataupun usulan kepada OSC / SMC tentang kemungkinan sistem atau pola pencarian yang lebih selektif. Selain melaksanakan tugas pencarian, SRU juga diwajibkan melapor kepada OSC / SMC secara berkala dan juga melaporkan perkembangan pencarian dilapangan. Penarikan atau penggantian SRU dilakukan oleh OSC / SMC, atau atas usulan dari SRU yang bersangkutan, apabila SRU tersebut tidak dapat melanjutkan operasi karena hal-hal tertentu. SRU yang diganti diwajibkan melakukan briefing kepada SRU penngganti tentang perkembangan operasi terakhir didaerah operasinya.
Untuk lebih rincinya tentang tugas SRU adalah sebagai berikut:
  1. Melaksanakan rencana operasi sesuai yang telah direncanakan.
  2. Memberitahukan kepada OSC/SMC saat tiba didaerah operasi, perkiraan lama mengadakan operasi.
  3. Melaporkan secara berkala dan melaporkan perkembangan operasi di lapangan termasuk cuaca dan medan yang di daerah pencarian.
  4. Lapor segera setelah ada kontak dengan obyek yang dicari sesuai dengan prosedur yang berlaku.
  5. Menyiapkan peralatan untuk menandai posisi semua perjumpaan.
Selain komponen-komponen dalam suatu misi SAR, yaitu SMC beserta staffnya, OSC dan SRU, yang tidak kalah pentingnya adalah base camp atau Basis Operasi SAR atau Pos Komando Operasi. Didalam Pos Komando Operasi selain terdapat komponen-komponen di atas, juga ada unsur-unsur yang sifatnya mendukung kelancaran operasi tersebut. Sedangkan komponen pendukung tersebut adalah:
a)     Komandan Pos Komando Operasi
Bertugas memimpin Pos Komando tersebut dan menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk mendukung kelancaran jalannya operasi. Sedangkan dalam tugasnya Komandan Pos Komando Operasi dibantu oleh Koordinator dapur umum, Kooordinator umum, kesehatanmdan back up emergency team.
b)     Koordinator Dapur Umum
Bertugas menyediakan fasilitas konsumsi dan perbekalan dalam suatu operasi.
c)     Koordinator Umum
Bertugas mengkoordinir pengadaan sarana dan prasarana yang mungkin dibutuhkan dalam suatu operasi.
d)     Kesehatan
Selain bertugas sebagai back up emergency, juga bertugas mengawasi dan menangani kesehatan terhadap semua pelaku operasi.
e)     Back Up Emergency Team
Yang terdiri dari satu team atau lebih yang bertugas mengadakan pertolongan apabila sewaktu-waktu terjadi sesuatu terhadap semua pelaku operasi.
5.4     EXPLORER  SEARCH  AND  RESCUE  (ESAR)
5.4.1     PENDAHULUAN
Pada awal tahun 1980-an beberapa kelompok pendaki gunung mulai mencoba mengembangkan Explorer Search And Rescue (ESAR). Sistem ini berasal dari Amerika Serikat yang diperuntukan bagi para penjelajah daerah-daerah berhutan, padang kering dan sungai. Pada tahun-tahun sebelumnya system SAR laut dan udara masih menjadi rujukan untuk melakukan pencarian orang hilang di gunung. Yang membedakan ESAR dengan induknya SAR secara keseluruhan terletak pada rinci operasionalnya. Dalam ESAR dikenal lima tahap pencarian atau operasi.
5.4.2     MAKSUD DAN TUJUAN
Menolong sesama hidup merupakan salah satu bukti dari pengamalan rasa cinta alam. Sehingga sebagai mahluk hidup yang mengaku dekat dengan alam,  Explorer Search And Rescue amatlah dibutuhkan, khususnya untuk menolong sesama hidup. Pada ESAR Lebih dipersempit lagi ruang lingkup operasionalnya  dalam menolong korban di gunung dan hutan.
Materi ini bertujuan memberikan pengetahuan tentang teknik operasional dalam ESAR sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Sebab ESAR memerlukan dan menuntut personil yang siap, cepat dan tanggap. Personil ESAR diharapkan mampu menjalankan kewajibannya dengan baik,  yang bukan berasal dari kata tugas, melainkan  dari  panggilan moral,  hati  nurani  dan  sebuah  arti  kesetiakawanan  terhadap  sesama.
5.4.3    TEKNIK – TEKNIK  PENCARIAN
Teknik pencarian disini merupakan teknik pencarian yang dilakukan di darat. Walaupun tidak secara khusus untuk di darat, teknik ini juga yang membedakan antara SAR dan ESAR. Teknik pencarian ini bertumpu pada lima tahap, diantaranya :
1.     TAHAP AWAL (PRELIMINARY MODE).
Yaitu mengumpulkan informasi-informasi awal, saat dari mulai tim-tim pencari diminta bantuannya sampai kedatangannya di lokasi.
Melakukan perencanaan pencarian awal, perhitungan – perhitungan, mengkoordinasikan regu pencari, membentuk pos pengendali perencanaan, mencari identitas subjek, perencanaan operasi dan evakuasi.
2.     TAHAP PEMAGARAN (CONFINEMENT MODE).
Yaitu memantapkan garis batas untuk mengurung orang yang dinyatakan atau dikhawatirkan hilang agar berada di dalam areal pencarian (search area).
Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam bagian tersendiri. Dasar pemikirannya adalah menjebak survivor dalam area yang jelas dan kita dapat mengetahui batasan-batasannya, sehingga :
  • Area tersebut dapat dilakukan pencarian atau disapu.
  • Sebagai petunjuk bagi survivor untuk menuju tempat yang dapat diketahui tim pencari.
Kerja awal dari tahap ini adalah memagari kemungkinan gerak dari pencarian yang padat yang mungkin diperlukan bila areal pencarian menjadi terlalu luas, maka digunakan Metode Confinement mode :
2.1      Trail Blocking ( razia pada jalan setapak )
Yaitu menempatkan tim kecil pada jalan masuk ke areal pencarian untuk menjaga kemungkinan korban melalui daerah tersebut. Mencatat nama-nama yang keluar masuk areal pencarian tersebut.
2.2      Road Blocks ( razia pada jalan keluar )
Pada dasarnya sama dengan trail blocks, hanya saja disini masyarakat, pamong desa dapat diminta bantuan untuk melakukan pengawasan kemungkinan korban keluar melalui desa mereka atau dengan meminta bantuan petugas keamanan atau tenaga yang lainnya.
2.3      Look Outs
Dilakukan dengan mengadakan “pengintaian” dengan menempatkan regu-regu kecil di ketinggian untuk dapat mendeteksi dan mengawasi daerah-daerah sekitar yang lebih rendah untuk mendeteksi dan mengawasi bila ada yang bergerak, membuat asap, tanda-tanda darisurvivor jika berada di sekitar daerah itu. Juga menggunakan tanda-tanda yang menyolok untuk menarik perhatian survivor, misalnya bunyi-bunyian, lampu, sinar, api, asap dll.
2.4      Camp In
Yaitu mendirikan pos – pos di lokasi yang strategis, misalnya saja persimpangan jalan atau pertemuan aliran sungai. Dari Camp In ini tim pencari dapat bergerak melakukan pencarian di daerah sekitar.
2.5      Track Traps (jalur jebakan)
Yaitu jalur setapak atau tempat-tempat tertentu yang kemungkinan besar akan dilalui oleh korban karena tempat tersebut secara alamiah dan naluri, besar kemungkinannya akan dipilih atau dilewati korban, misal jalur air, mata air, gua, tempat datar dsb. Tim pencari dapat membuat jebakan buatan, misal dengan menggemburkan tanah disekitar jalur. Periksalah secara berulang area itu secara berkala untuk melihat jejak korban.
2.6      String Lines
Yaitu pembatas jalur buatan berupa benang atau tali yang ditarik mengikuti jalur tertentu yang diharapkan akan membatasi ruang gerak korban. Bila string line tersebut diketemukan oleh korban, ia akan dituntun menuju tempat tertentu misal jalan setapak, camp in dsb. Secara khusus akan efektif bila dilakukan pada daerah-daerah terbuka dimana cara pandangnya baik.
Bila daerahnya berpohon dan bersemak lebat, dapat lebih sempurna  dengan menggunakan Tagged String Lines (bentangan tali yang bertanda). Tags (tanda-tanda) pada string lines akan menarik perhatiansurvivor untuk bergerak mengikuti tali itu dan keluar menuju tempat yang ditunjukkan oleh tanda-tanda itu.
Tujuan menggunakan string line adalah menjadikan ruang-ruang atau kotak-kotak search area menjadi sektor yang terkuasai untuk pencarian tim pencari.
Setelah Initial Confinement (pemagaran awal), tambahan string linedapat digunakan untuk membagi-bagi area itu. String line dapat digunakan untuk pemagaran dan untuk menandai sektor pencarian. Pemisahan lebih lanjut ini bertujuan untuk mempersempit areal pencarian yang dilakukan oleh tim pencari.
3.     TAHAP PENGENALAN (DETECTION MODE)
Detection adalah usaha untuk mencari korban atau benda yang tercecer/terjatuh atau sengaja ditinggalkan survivor. Pada keadaan inilah pasukan atau tenaga dari tim ESAR terutama diperlukan atau digunakan. Yaitu pemeriksaan-pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang dicurigai. Apabila dirasa perlu, dilakukan pencarian dengan cara menyapu (sweep searches). Bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang diketemukan tanda-tanda atau barang-barang yang ditinggalkan oleh survivor. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalan bagian tersendiri.
Metode detection, dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Penamaan dari ketiga kategori di bawah ini telah digunakan dalam ESAR untuk beberapa tahun ini, diambil karena hal ini secara umum bertalian terhadap tahapan dari pengembangan operasi pencarian. Tipe I umumnya mendahului tipe II, tipe II muncul sebelum tipe III.
3.1      TIPE I SEARCH ( HASTIC SEARCHING )
Yaitu pemeriksaan tidak resmi yang segera dilakukukan terhadap areal yang dianggap paling memungkinkan. Penamaan lain untuk tipe ini adalah Reconnaisance atau Hastic Searching / pencarian terburu-buru.
Metode ini digunakan pada :
  • Tahap pencarian awal
  • Memeriksa ulang daerah dimana diduga survivor berada
Sasaran metode ini :
  • Pemeriksaan yang sesegera atas area yang spesifik dimana survivor diduga berada
  • Memperoleh informasi mengenai areal pencarian
Teknik yang digunakan :
Sebuah tim kecil yang terdiri dari 3-6 orang yang mampu bergerak cepat untuk memeriksa daerah pencarian. Bila menemukan barang yang tercecer dan bila SMC (SAR Mission Coordinator) menghendaki barang tersebut dibawa, maka sebuah marker akan dipasang dan ditempatkan di lokasi penemuan.
3.2      TIPE II SEARCH ( OPEN GRID )
Kriterianya adalah efisiensi, pemeriksaan yang cepat dan sistematis atas area yang luas, dengan metode penyapuan yang akan menghasilkan hasil akhir yang tinggi dari setiap pencari per jam kerjanya. Nama lain dari tipe ini adalah open grids (pencarian grid renggang / penyapuan renggang). Metode ini digunakan pada :
  • Tahap awal operasi pencarian, terutama bila jangka waktu orang yang bertahan hidup diperkirakan sangat pendek
  • Bila areal pencarian luas dan tidak ada areal tertentu yang dapat dicurigai dan tidak tersedia cukup tenaga pencari yang dapat mengcover keseluruhan area.
Sasaran metode ini adalah :
pencarian yang tepat dan cepat pada areal yang luas.
Teknik yang digunakan
Sebuah tim kecil yang terdiri dari 3-6 orang, yang sejajar dengan jarak yang cukup lebar antara 10 meter sampai 20 meter dengan arah yang telah ditentukan.
Ada baiknya ada seorang pemimpin tim yang bergerak mengawasi penyapuan, tugasnya :
  • Memperhatikan apakah penegang kompas dapat menjaga sudut kompas yang sejajar.
  • Mengatasi hal-hal yang muncul mendadak.
  • Memeriksa penemuan – penemuan yang ditemukan oleh tim.
Ada cara umum untuk mencegah regu pencari saling tumpang tindih satu sama lain atau tidak bisa menjaga jarak yang telah ditentukan diantara mereka yaitu dengan memakai pita atau ribbon dan menggunakan kompas.
Pada metode I dan II pada selang waktu tertentu regu berhenti untuk memperhatikan sekilas sekitarnya serta memanggil survivor sambil menanti kemungkinan jawaban.
Contoh pencarian dan penyapuan pada metode tipe II.
i.       Tim terdiri dari 6 orang memeriksa kedua tepi sungai kecil.
ii.       A & B, personil ujung kiri dan kanan memasang marker (catatan petunjuk lapangan), dan string line ribbon.
iii.       C adalah petugas kompas / kompas–man yang selalu memeriksa bahwa pencarian sesuai arah kompas.
iv.       X adalah pimpinan SRU yang mondar-mandir sekitar barisan sambil memeriksa dan memastikan jarak personil terjaga dan juga melihat situasi sekitar medan, apakah perlu ada perubahan arah atau sistem pencarian.
v.       Z adalah navigator, yang bertugas membantu kompas man untuk memastikan agar sudut pencarian tidak melenceng.
Bila alat komunikasi cukup, maka idealnya X, A, dan B masing-masing membawa HT.
3.3      TIPE III SEARCH ( CLOSE GRID )
Kriterianya adalah kecermatan, pencarian dengan sistematika yang ketat atas area yang lebih kecil menggunakan metode penyapuan yang cermat. Dinamakan juga close grids (pencarian grid rapat/ penyapuan rapat).
Metode ini digunakan pada :
  • Besarnya kemungkinan objek yang ditemukan dalam areal pencarian pada metode tipe II, lebih rendah dari apa yang diharapkan
  • Bila areal pencarian terbatas dan tenaga yang tersedia mencukupi
Sasaran metode ini adalah pencarian yang cermat atas areal yang spesifik
Teknik yang digunakan :
Penyapuan dengan jarak yang sempit. Jumlah anggota tim 3 – 9 orang dengan jarak kira-kira antar personil 3 meter sampai 5 meter. Pita-pita atau string line banyak digunakan untuk mengontrol dalam memberi tanda yang jelas antara areal yang sudah dicari dan yang belum.
4.     TAHAP PELACAKAN (TRACKING MODE)
Yaitu mengikuti dan melacak jejak yang ditinggalkan oleh survivor atau pelacakan terhadap barang-barang yang tercecer dari survivor.
Tracking bisa benar-benar dilakukan oleh orang – orang yang terlatih dan berpengalaman serta mempunyai kemampuan melacak yang tinggi antara lain membaca jejak, medan peta kompas, mengerti maksud dan tujuan korban, makna dari benda-benda yang terjatuh dan sengaja ditinggal korban atau dengan menggunakan anjing pelacak.
Dari beberapa pengalaman, pelacakan dengan anjing pelacak masih belum bisa dilakukan secara baik untuk kondisi alam Indonesia. Hal ini dikarenakan faktor alam yang sulit dan ekstrim serta cepat berubah.
5.            TAHAP EVAKUASI (EVACUATION MODE)
Yaitu memberikan pertolongan pertama dan membawa survivor ke titik penyerahan  untuk perawatan lebih lanjut.
Tiga hal pokok yang harus dilakukan pencari apabila berhasil menemukan Survivor dalam keadaan hidup:
A.     Memberikan pertolongan pertama bila diperlukan. Dalam hal ini personil harus benar-benar memiliki kemampuan pertolongan pertama, karena kalau salah menangani akan mengakibatkan korban bertambah parah bahkan bisa meninggal.
B.    Meyakinkan pada survivor bahwa Ia akan selamat
C.    Mengabarkan ke pangkalan pengendali tentang kondisi dan lokasi ditemukannya survivor.
Bila survivor dalam keadaan meninggal :
A.     Tidak boleh merubah posisi survivor sebelum ada perintah dari SMC.
B.    Menjaga survivor dari segala gangguan yang mungkin terjadi
C.    Melaporkan ke pangkalan untuk dievakuasi
 Teknik yang digunakan dalam evakuasi :
A.     Memapah
B.    Memandu
C.    Bantuan helicopter
D.    Modifikasi dari teknik yang ada

Sikap Mental Selama Pencarian

1.  Cepat Tanggap. Pentingnya cepat tanggap untuk mencegah :
     a.  Sangat cepatnya meluasnya areal pencarian yang potensial.
     b.  Meningkatnya kesulitan pencarian berkaitan dengan mobilitas dan reaksi.
2. Dalam melakukan pencarian jangan terlalu terburu-buru, hendaknya dilakukan dengan kecermatan dan keteletian. Hal ini untuk mengindari kemungkinan survivor tidak terdeteksi saat dilakukan penyapuan.
3. Pencarian adalah hal yang menarik. Bila pencarian kita anggap sebagai hal menarik, maka hasilnya akan lebih efektif. Kesungguhan, perhatian penuh dan sikap agresif  dalam mengawasi merupakan komponen yang berharga bagi kerja pencarian.
4. Pentingnya mencari jejak atau barang yang tercecer. Penemuan jumlah jejak dan barang yang tercecer di dalam area, diperkirakan akan lebih banyak dari survivor. Penemuan juga dapat merupakan pemasukan yang penting bagi penyempitan areal pencarian.

No comments:

Post a Comment